SUFYAN ATS-TSAURI

Ats-Tsauri berasal dari keluarga yang baik-baik, berilmu dan mempunyai kemuliaan. Ayahnya adalah seorang ulama besar yang ada di Kufah yang riwayatnya  dapat dipercaya, dan saudara-saudaranya juga termasuk ulama-ulama yang periwayatannya dianggap shahih, semoga Allah memberikan rahmat-nya kepada mereka semua.

Dalam tulisan ini tidak dicantumkan cerita-cerita yang akan memunculkan  sangkaan jelek, mengendurkan ketaatan dan kezuhudan serta mengurangi rasa takut kepada Allah. Sufyan Ats-Tsauri adalah seorang ulama yang banyak mempunyai ilmu dan mengamalkannya serta lantang dalam membela kebenaran.

Al-Hafidz Abu Bakar al-Khatib berkata, “Sufyan Ats-Tsauri adalah pimpinan ulama-ulama Islam dan gurunya. Sufyan adalah seorang yang mempunyai kemuliaan, sehingga dia tidak butuh dengan pujian. Selain itu Ats-Tsauri juga seorang yang bisa dipercaya, mempunyai hafalan yang kuat, berimu luas, wira’i dan zuhud.” (Tahdzib A-Kamal,11/168-167)

Ibnu Mahdi berkata , “Aku tidak berani menatap Sufyan Ats –Tsauri karena merasa malu dan hormat padanya.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 7/267)

Sebagian ulama salaf berkata , “Sebagaimana rasa cintamu(Sufyan) kepada Allah Azza wa Jalla maka demikian juga cinta orang-orang kepadamu. Sebagaimana rasa takutmu kepada Allah maka demikian juga orang-orang menaruh hormat kepadamu, dan sebagaimana kesibukanmu karena Allah, maka demikian juga orang-orang menjadi berarti dalam hidupnya karena keberadaanmu.”

Nama, Kelahirannya dan Tempatnya

Nama lengkap : Sufyan bin Said bin Masruq bin Rafi’ bin Abdillah bin Muhabah bin Abi Abidillah bin Manqad bin Nashr bin Al-Harits bin Tsa’labah bin ‘Amir bin Mulkan bin Tsur bin Abdumannat bin Adda bin Thabikhah bin ‘Ilyas.

Kelahirannya : Para ahli sejarah telah bersepakat bahwa Sufyan lahir pada tahun 77 Hijriyah. Ayahnya seorang ahli hadits ternama, dia adalah Said bin Masruq Ats-Tsauri. Ayahnya merupakan teman dari Asy Sya’bi dan Khaitsamah bin Abdirrahman. Keduanya termasuk para perawi Kufah yang dapat dipercaya. Mereka ini termasuk generasi Tabi’in yang terakhir.

Said bin Masruq meriwayatkan hadits dari ‘ulama enam’, dan anak-anaknya juga menceritakan hadits darinya. Anak-anaknya tersebut adalah Sufyan Ats-Tsauri, Umar, Mubarak, Syu’bah bin Al-Hajjaj dan orang-orang selain mereka.

Tempat Kelahirannya: Sufyan Ats Tsauri lahir di Kufah pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdil Malik.

Abu Nu’aim berkata, “Sufyan keluar dari Kufah pada tahun 155 Hijriyah dan tidak pernah kembali lagi.”

Sanjungan Para Ulama Terhadapnya

Waki’ berkata, “ Sufyan adalah bagaikan lautan.”

Sedang Al-Auza’i juga mengatakan, “ Tidak ada orang yang bisa membuat umat merasa ridha dalam kebenaran kecuali Sufyan.”

Ibnu Al-Mubarak berkata, “Aku tidak mengetahui di atas bumi ini ada orang yang lebih alim dari Sufyan.” (Tadzkir Al-Khuffadz karya Adz Dzahabi,1/204)

Sufyan bin ‘Uyainah juga telah berkata, “Aku tidak melihat ada orang yang lebih utama dari Sufyan, sedang dia sendiri tidak merasa dirinya adalah orang yang paling utama.”

Dari Yahya bin Said, bahwa orang-orang bertanya kepadanya tentang Sufyan dan Syu’bah, siapakah diantara keduanya yang paling disenangi?

Yahya bin Said menjawab ,”Persoalannya bukan karena senang, sedangkan jika karena senang, maka Syu’bah lebih aku senangi dari Sufyan, karena keunggulannya. Sufyan bersandarkan kepada tulisan sedang Syu’bah tidak bersandar pada tulisan. Namun, Sufyan lebih kuat ingatannya dari Syu’bah, aku pernah melihat keduanya berselisih, maka pendapat Sufyan yang digunakan.”

Abu Bakar bin Iyyasy berkata ,” Setahuku, orang yang bersama Sufyan, maka dia akan mulia.” (Hilyah Al-Auliya, 6/357-360)

Syu’aib bin Harb berkata, “Aku tidak menduga Allah telah menakdirkan Sufyan dating besok untuk menunaikan ibadah haji bersama rombongannya.” Kemudian Syu’aib bin Harb berkata rombongannya itu, “Kalian tidak melihat Nabi, namun kalian hidup bersama Sufyan.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 7/239)

Beredar rumor di kalangan khalayak ramai bahwa Ats Tsauri menganggap Ali radhiallahu anhu adalah orang ketiga yang paling mulia dalam Islam. Munculnya rumor itu karena madzhab Syiah adalah madzhab yang dianut oleh orang-orang yang ada di negaranya. Namun akhirnya ia menarik kembali madzhab atau fatwanya.

Demikian juga, tuduhan yang diarahkan kepadanya tentang minuman keras. Selain tuduhan itu, ada tuduhan lagi bahwa dia menipu para penguasa, meskipun tidak ada bukti bahwa dia melakukan seperti yang dituduhkan terssebut.

Dan, Ats-Tsauri juga dituduh bahwa dia mendustakan periwayatan hadits, terlebih perawi-perawi yang dhaif, mereka berkata, “ Sufyan bin ‘Uyainah juga seorang pendusta, namun dia tidak mendustakan dari perawi-perawi dhaif seperti yang dilakukan Sufyan Ats-Tsauri. (Siyar A’lam An-Nubala’, 7/241-242)

Kezuhudannya

Pengertian zuhud adalah kosongnya hati dari hal-hal duniawi dan tidak berusaha mempertahankannya. Tidak dikatakan seorang yang zuhud bagi orang yang tangannya menghindar dari kenikmatan duniawi, namun hatinya sangat menginginkan dan senang kepadanya.

Dari Syu’aib bin Harb, dia berkata,” Sufyan telah berkata, “Wahai Abu Shaleh, ingatlah 3 perkara dariku, yaitu meski kamu membutuhkan orang untuk mengantarkan jenazah, namun janganlah kamu memintanya; meski kamu membutuhkan garam, namun janganlah kamu meminta kepada seseorang, karena roti yang kamu makan telah diberi garam pada saat diadoni; dan jika kamu membutuhkan air maka gunakanlah air secukupnya dengan mengucurkannya semestinya.”

Dari Abu as-Sirri, dia berkata, “Konon Fudhail bin Iyadh-tidak ada orang yang lebih wira’I darinya-ditanya oleh seseorang  ,”Siapa imam kamu?” Dia menjawab ,”Sufyan Ats-Tsauri.”

Dari Abdul Aziz Al-Qursyi, dia berkata, “Aku mendengar Sufyan berkata, ‘Hendaknya kamu berbuat zuhud, niscaya Allah akan menjagamu dari kejelekan dunia. Hendaknya kamu berbuat wira’I, niscaya Allah akan meringankan hitunganmu kelak di hari perhitungan amal. Tinggalkan sesuatu yang meragukan dan kerjakanlah sesuatu yang sudah pasti. Gantilah keraguanmu dengan keyakinan, niscaya kamu akan selamat dalam agamamu.”

Dari Qabishah, dia berkata, “Aku mendengar Sufyan telah memberikan nasehat, “ Tidak akan mendapat kebaikan dalam menuntut ilmu kecuali disertai zuhud; menurunnya rasa malu akan membawa kematian; cintailah seseorang sesuai kadar amalnya; merendahlah ketika beribadah; dan akuilah kesalahanmu jika kamu melakukan maksiat.”

Ketekunannya Dalam Beribadah Dan Rasa Takutnya Kepada Allah  

Dari Ibnu Wahab, dia berkata, “Aku melihat Ats-Tsauri sedang berada di Masjidil Haram selesai melakukan shalat Mahgrib, kemudian dia bersujud dan tidak mengangkat kepalanya hingga kami mengajaknya untuk shalat Isya.”

Seseorang berkata kepada Sufyan, “Berilah aku wasiat.” Maka Ats-Tsauri berkata ,”Bekerjalah untuk duniamu seperti kamu hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seperti kamu akan berada disana selamanya.”

Dari Abdurrahman bin Rustah, dia berkata, “Aku mendengar Ibnu Mahdi berkata, “Suatu malam Ats-Tsauri berada di rumahku, dia tidak bisa tidur dan selalu menangis, sehingga seseorang bertanya kepadanya tentang apa gerangan yang menyebabkan dia selalu menangis. Ats-Tsauri menjawab, “Jika dosaku lebih ringan dari-dia mengangkat sebongkah tanah-ini, maka aku khawatir kalau imanku hilang sebelum aku mati.”

Beberapa Mutiara Perkataanya

Dari Yusuf Bin Asbath, dia berkata, “Sufyan berkata, “Barangsiapa mendoakan kebaikan bagi orang yang berbuat zhalim, maka dia berarti senang berbuat durhaka kepada Allah.”

Orang-orang bertanya, “Dengan siapa kami harus bergaul, wahai Sufyan?” Sufyan menjawab, “Dengan orang-orang yang mengingatkanmu untuk berdzikir kepada Allah, dengan orang-orang yang membuat kamu gemar beramal untuk akhirat, dan dengan orang-orang yang akan menambah ilmumu ketika kamu berbicara kepadanya.”

Dari Zaid bin Abi Az-Zarqa’ dia berkata, “Ketika kami membahas suatu masalah, kami saling berdebat dalam mencari jalan keluar, maka Sufyan keluar berkata, “Wahai segolongan pemuda, kalian telah tergesa-gesa untuk mendapatkan berkah dalam ilmu itu, dan kalian tidak menyadari hal itu, mungkin saja kalian belum sampai terhadap apa yang kalian inginkan, sehingga mengeraskan suara di hadapan teman kalian yang lain.”

Dari Hafsh bin Amr dia berkata, “Sufyan menulis surat kepada ‘Ubbad bin ‘Ubbad dia berkata, “Amma Ba’du, sesungguhnnya kamu telah hidup pada zaman dimana para shahabat terlindungi dengan keberadaan Rasulullah, mereka mempunyai ilmu yang tidak kita miliki, mereka mempunyai keberaniian yang tidak kita miliki.

Lalu, bagaimana dengan kita yang mempunyai sedikit ilmu, mempunyai sedikit kesabaran, mempunyai sedikit perasaan tolong-menolong dalam kebaikan dan manusia telah hancur serta dunia telah kotor?

Maka, hendaknya kamu mengambil suri tauladan pada generasi pertama, yaitu generasi para sahabat. Hendaknya kamu jangan menjadi generasi yang bodoh, karena sekarang telah tiba zaman kebodohan.

Juga, hendaknya kamu menyendiri dan sedikit bergaul dengan orang-orang. Jika seseorang bertemu dengan orang lain maka seharusnya mereka mengambil manfaat, dan keadaan seperti ini tlah hilang, maka akan lebih baik jika kamu meninggalkan mereka.”

Hendaknya kamu mengambil perkataan orang-orang yang benar, yaitu orang-orang yang mengatakan, “Takutlah fitnah dari orang yang taat beribadah namun dia seorang yang bodoh, dan fitnah dari orang yang punya banyak ilmu namundia seorang yang tidak mempunyai akhlak terpuji.”

Sesungguhnya fitnah yang ditimbulkan dari mereka berdua adalah sebesar-besar fitnah, tidak ada suatu perkara kecuali mereka berdua akan membuat fitnah dan mengambil kesempatan, janganlah kamu berdebat dengan mereka.”

Hendaknya kamu jangan mencintai kekuasaan, barangsiapa mencintai kekuasaan melebihi cintanya dengan emas dan perak, maka dia menjadi orang yang rendah. Seorang ulama tidak akan menghiraukan kekuasaan kecuali ulama yang telah menjadi makelar, dan jika kamu senang dengan kekuasaan maka akan hilang jati dirimu. Berbuatlah sesuai dengan niatmu, ketahuilah sesungguhnya ada orang yang diharapkan orang-orang di sekitarnya agar cepat mati.” Wassalam.(Hilyah Al-Auliya, 6/376-377)

Dari Ahmad Az-Zubair, dia berkata ,”Salah seorang teman Sufyan menulis sepucuk surat kepadanya sebagai berikut ,”Berikan aku nasehat yang singkat.” Maka Sufyan membalas surat tersebut, “Semoga Allah menjaga kita dari segala kejelekan, wahai saudaraku. Sesungguhnya kesusahan dunia tidak akan selalu ada, kesenangannya tidak akan selamanya dan kekhawatirannya tidak akan pernah hilang, maka berbuatlah untuk keselamatanmu dan jangan menjadi orang yang lemah sehingga kamu menjadi hancur. Wassalam.

Meninggalnya Sufyan Ats Tsauri

Ibnu Sa’ad berkata, “Sufyan menulis sepucuk surat kepada Al-Mahdi atau kepada Ya’qub bin Dawud. Dalam surat itu Sufyan mengeluhkan tindakan sebagian orang yang marah terhadap hadits-hadits yang disampaikannya.

Setelah beberapa hari, badan Sufyan menjadi panas dan diapun akhirnya meninggal, sehingga Al-Mahdi menjadi bersedih.

Marhum bin Abdil Al-Aziz nerkata kepada Al-Mahdi, “Wahai Abu Abdillah, apa yang membuatmu bersedih? Kamu telah menyerahkannya kepada Tuhan yang kamu sembah.” Maka Al-Mahdi pun menjadi tenang.

Orang-orang yang datang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Sufyan di antaranya adalah Abdurrahman bin Abdil Malik bin Abhar, Al-Hasan bin Iyyasy, saudara Abu Bakar bin Iyyasy.

Sufyan memberikan wasiat kepada Abdurrahman bin Abdil Malik agar menyalatinya. Dan ketika Sufyan meninggal dia pun memenuhi wasiat tersebut dengan menyalatinya bersama penduduk Bashrah.

Dari Abdurrahman bin Mahdi dia berkata ,”Ketika Sufyan meninggal kami membawa jasadnya kepada penguasa, kami tidak menghiraukan dengan malam dan siang. Aku mendengar penguasa itu berkata, “Pelindung telah pergi, pelindung telah pergi.” (Hiliyah Al-Auliya’, 6/371)

Sufyan meninggal pada awal tahun 161 H (Siyar A’lam An Nuba’, 7/279)

Adz Dzahabi berkata, “Menurut pendapat yang benar, Sufyan meninggal pada bulan Sya’ban tahun 161H, Al-Waqidi juga mengatakan demikian. Sedangkan khalifah meragukannya dan dia berkata bahwa meninggalnya Sufyan adalah pada tahun 162 H.

Dari Dhamrah berkata, “Hammad bin Zaid memandangi jasad Sufyan yang ditutupi kain yang berada di atas ranjang, dia berkata ,”Wahai Sufyan, aku tidak merasa iri dengan banyaknya hadits yang telah kamu hafal, namun aku iri dengan amal shaleh yang telah kamu perbuat.”

Semoga Allah memberikan rahmatNya yang luas dan memasukkannya ke dalam surga-Nya yang tinggi.

^^

Semoga Berfaedah

Ringkasan dari Buku Terjemah “Min A’lam As-Salaf” karya Syaikh Ahmad Farid (60 Biografi Ulama Salaf) hlm.212-230 Terbitan Pustaka Al-Kautsar.

Pos ini dipublikasikan di Kisah Teladan dan tag , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar